Perempuan dalam Cerita
Judul buku : Subuh: Kumpulan Cerita
Penulis : Selahattin Demirtaş
Penerbit : Marjin Kiri
Cetak : Pertama, Maret 2020
Tebal : viii + 118 halaman
ISBN : 978-979-1260-97-8
Beberapa hal memang
seolah-olah tidak pernah bisa habis diceritakan. Tampak selalu ada yang baru,
meskipun hanya berubah wadah atau komposisi bumbu. Perempuan, di mana pun ia,
akan terus memberi cerita untuk kita, seperti yang dilakukan Selahattin Demirtaş
dengan buku ini.
Laki-laki dalam Jiwa Kami sebagai cerpen pertama langsung
menunjukkan tajinya, walaupun dibungkus metafora. Kalau bukan dalam keadaan
terpaksa, seseorang tidak akan melakukan sesuatu di luar jatah perannya. Limit
terlampaui bukan untuk gagah-gagahan. Ini hanya akan membuktikan bahwa sejatinya
perempuan jauh lebih kuat daripada laki-laki, tak peduli apa pun wujud luarnya.
Cerpen tentang burung ini buktinya. Sang betina rela pasang badan demi
keselamatan calon anak-anaknya yang masih berada dalam cangkang telur.
Sementara sang jantan bermulut besar hanya menonton dari luar arena.
Pembaca akan merasakan
tamparan kedua melalui Seher. Ada
catatan mengenai alasan penulis memberi nama Seher (Subuh) untuk tokoh utama
dalam cerpen ini.
“Subuh menandai momen pertama munculnya cahaya dari kegelapan. Subuh
melambangkan harapan, yang selalu memperbarui diri setiap hari. Kegelapan
mengira dirinya abadi, dan persis di saat ia percaya dirinya mengalahkan
terang, subuh memberinya pukulan pertama.” (halaman 7)
Agak lucu jika mengingat
sejak dahulu perempuan seperti tidak punya hak atas tubuhnya. Semua
berlomba-lomba membuat aturan atas nama harga diri. Sebenarnya, harga diri
siapa yang sedang diperjuangkan? Aturan-aturan itu hanya membuat perempuan
menjadi objek, bukan subjek. Para pria dewasa hanya paham cara menyelamatkan
pantatnya sendiri. Bahkan, mereka sudi dan tega mengorbankan yang lebih muda
dari kaum mereka sendiri.
Cerita tentang perempuan lainnya
datang dengan judul Nazan Petugas
Kebersihan. Ini cerita tentang seorang perempuan yang terobsesi dengan
mobil. Lebih detail lagi, ini cerita tentang seorang perempuan yang menjalani
hukuman penjara atas kesalahan yang tidak ia lakukan. Hal menyenangkan yang
bisa didapat mungkin tentang optimismenya. Bahwa, ia mengklaim jadi lebih
mengenal dirinya sendiri setelah berbulan-bulan mendekam di dalam sel. Juga,
betapa ia mampu melabeli orang-orang yang ia temui dengan berbagai jenama
mobil, termasuk memberi label bahwa mereka tidak punya mobil.
Nazan mungkin hanya
seorang petugas kebersihan, tetapi jiwanya sebebas hewan liar di hutan. Ia
tidak membiarkan faktor eksternal meusak dirinya dengan penderitaan. Katanya,
“… jika kau melangkah dengan tegas dan
berani, kadang-kadang kau bisa bergerak lebih cepat daripada mobil.”
(halaman 36)
Sembilan cerita lain dalam
buku ini tidak kalah membuat hati meringis. Seperti cerpen Gadis Laut yang bercerita tentang pergerakan pengungsi akibat
perang. Atau, cerpen Hidangan Allepo
yang sejatinya bercerita tentang perempuan pujaan hati lelaki pemilik kedai
makan sederhana. Juga, cerpen Sesunyi
Sejarah―yang saya pikir menjadi pusat nyawa buku ini―yang menceritakan
relasi antara seorang ayah dan anak perempuannya. Semua akan meninggalkan kesan
nyeri sekaligus hangat.
Perempuan dalam Cerita
Kumpulan cerita Subuh merupakan buku tentang perempuan. Penulis
khusus mempersembahkan buku ini untuk para perempuan korban kekerasan dan
pembunuhan. Tertulis di bagian awal seolah-olah menyuruh pembaca bersiap
menerima kejutan-kejutan.
Ya, dunia mungkin masih
tampak tidak adil terhadap sebagian kaum. Sebenarnya ini tidak hanya terjadi
pada perempuan, laki-laki pun mengalaminya. Kita mungkin menamainya karma. Yang
jelas, apa yang terjadi hari ini adalah konsekuensi dari hari kemarin. Itu
sebabnya manusia diminta berhati-hati dalam berkata maupun bertindak.
Seperti yang saya tulis di
awal, cerita-cerita tentang perempuan akan selalu ada, tidak pernah habis.
Sebab, dari perempuanlah kehidupan lahir. Bahkan, seorang perempuan
memungkinkan ‘menghidupkan’ kembali
sesuatu yang telah lama mati. Betapa kekuatan perempuan mampu menggerakkan
Semesta, sampai-sampai sekumpulan lelaki perlu membuat banyak aturan untuk
membatasi gerak perempuan.
Mereka tidak salah, hanya
belum tahu bahwa tanpa perempuan, kehidupan tidak akan terjadi. Tanpa perempuan,
ketenangan tidak bisa dihadirkan. Terpujilah para lelaki yang menceritakan
perempuan dengan baik, meskipun mereka belum sanggup menghapus getir yang ada.
Setidaknya, Selahattin Demirtaş mampu menunjukkan bahwa
perempuan adalah individu yang mulia. Oh, tentunya ia tidak lupa menampilkan harmoni
kehidupan yang ideal sebagai contoh.
Selahattin Demirtaş
tampak seperti Raymond Carver di mata saya. Ia membawakan kesederhanaan hidup
ke dalam cerita-ceritanya. Momen-momen itu mungkin singkat saja, tetapi mampu
mengubah nasib hidup para tokohnya.
“Sesunyi Sejarah, Anda bisa saja merasa
kesepian bahkan di tempat-tempat yang paling ramai sekalipun. Seolah-olah Anda
adalah satu-satunya orang yang tahu tentang keberadaan Anda di seantero jagat
raya. Beginilah, berarti Anda sudah mulai menapakkan kaki pada setiap jalan
menuju kesepian …” (halaman 106)
Seorang
perempuan cenderung memilih cara senyap untuk memperbaiki sesuatu. Bisa jadi
orang lain tidak menyadari adanya perubahan yang sedang berlangsung. Ini
semata-mata karena perempuan kerap tidak percaya diri bahwa orang lain akan
menerima caranya. Ada ketakutan-ketakutan yang tidak nyata yang membebani
benaknya. Sampai-sampai mereka rela berkorban agar orang lain tidak perlu
menderita. Ya, seperti dalam cerpen Subuh. Maka, rasanya memang tepat apabila
judul itu dipakai sebagai tajuk. Sangat menggambarkan naluri perempuan tentang
mengasihi dan menyayangi, walaupun pada akhirnya seorang perempuan kerap
terjebak kubangan lumpur.
Subuh adalah awal. Subuh
adalah pintu. Dan, semua manusia memiliki kisahnya masing-masing setelah
melewati subuh. Sekian.
Denpasar, 6 Mei 2023
Editor dan pengulas buku
Hidup di Bali
Komentar
Posting Komentar